Seloka [Nama Mirip] Bagian 6 | Kian Santang

Dodi Nurdjaja

Header Ads

728 x 90 ads 728 x 90 ads
Maaf sedang ada penataan ulang label, dalam rangka mau ganti theme/template. Berdampak di Menu Utama.


DMCA.com Protection Status
Copas harus se-izin pemilik konten

Seloka [Nama Mirip] Bagian 6 | Kian Santang

Raja Sangara (anak dari Prabu Sri Baduga atau yang dikenal sebagai Siliwangi, juga saudara dari Walangsungsang dan Rara Santang), pun mendapat nama Kian Santang (seperti pada serial "Kian Santang" di MNC TV). Bahkan dipercaya, dialah yang belajar Agama Islam langsung dari Sayidina Ali, melewati dimensi (lorong) waktu.
---

Jadi, Siapakah Kian Santang Itu?

Kian Santang


Kian Santang

Dalam karya sastra sejak jaman Panjalu/Kediri sampai jaman Mataram Islam mengenal tokoh Aji Saka dari Bumi Majeti. Dikatakan bahwa Bumi Majeti adalah terletak di negeri para Dewa. Bumi Majeti ada yang menafsirkan sebagai sebuah pulau tersendiri. Tapi ada pula yang menafsirkan sebagai daratan India (Jambu Dwipa). Konon, dalam pengetahuan masyarakat Baduy, Majeti terletak di Pajajaran yang beribukota di Dayeuh Pakuwuan (sekitar Bogor), yang juga merupakan awal tempat Salakanegara (kerajaan lebih tua, dekat Gunung Salak) dengan Prabu Darmamarwan I bergelar Darmawarman Aji Gapura sebagai raja pertama.

Pada masa pra Salakanegara, tersebut nama Aki Tirem yang memiliki anak bernama Pohaci (Pwahaci). Kemudian datanglah seorang duta (caraka) sekaligus saudagar dari Bharata (India) bernama Darmawarman, yang memperistri Pohaci. Dari sinilah awal mula Kerajaan Salakanegara.

Setelah mendirikan Kerajaan Salakanegara, Darmawarman menjadi Prabu Darmawarman I bergelar Prabu Darmawarman Aji Gapura.

Sangat boleh jadi, Prabu Darmawarman inilah yang memberi nama Majeti pada tanah kekuasaannya. Mungkin mirip nama-nama tempat di Lampung yang yang memiliki kesamaan dengan yang berada di Jawa, karena penamaan dari para transmigran asal Jawa. Dan mungkin dari tempat inilah daerah asal Resi Wisaka atau yang lebih dikenal dengan Aji Saka.

Mungkin pula masih ada hubungan silsilah antara Darmawarman Aji Gapura dengan Aji Saka.

Konon, Prabu Darmawarman I tidak pernah meninggal. Beliau moksa (atau ngahyang) dan selalu menitis pada keturunan beliau berikutnya. Saat hendak moksa, beliau menyerahkan kekuasaan kepada anaknya dan pergi ke arah selatan. Tempatnya moksa, konon berada di sekitar goa Sancang.

Mungkin ini pulalah yang secara cerita turun temurun (tutur tinular), dikatakan bahwa Prabu Darmawarman I moksa dan menjadi manusia setengah dewa.

Menurut karya sastra Pajajaran peniggalan Tarumanegara, yang berhasil membebaskan negeri Madang Kamulan dari kezaliman Prabu Cengkaradewa adalah manusia setengah dewa bernama Hyang Sancang.

Legenda ini terus berkembang sebagai sebuah ramalan. Hyang Sancang membawa kemakmuran bagi negeri yang diperintahnya di daerah Lebak Cawene. (Baca Resi Wisaka) Nama Madang (atau Medang) identik dengan Kerajaan Pajajaran. Madang Kamulan (atau Medang Kamolan) diartikan sebagai sebelum atau pra Madang atau sebelum Pajajaran. Periode terdekat adalah masa kerajaan Sunda-Galuh.

Mungkinkah Hyang Sancang adalah penjelmaan dari Prabu Darmawarman I yang nga-hyang di goa Sancang?

Legenda ramalan lain mengatakan, seorang putra raja (bangsawan) Sunda mampu mengusir perompak atau tentara Tiongkok, yang akan menjajah Paparan Sunda Besar (Nusantara). Bangsawan ini kemudian disebut sebagai Ke An San Tiong (orang sakti yang mengusir perompak Tiongkok) atau Ke An San Tang (orang sakti yang mengusir tentara Dinasti Tang).

Entah pada masa kapan, ramalan ini ditulis. Nama bangsawan Sunda itu pun tidak jelas. Hanya nama samarannya yang lebih dikenal, yaitu Gagak Lumayung. Namun pada masa-masa berikutnya, banyak para bangsawan Sunda yang menyebut dirinya sebagai Gagak Lumayung, utamanya jika sedang menyamar sebagai pendekar. Mungkin juga, penamaan ini bersifat titisan.

Hubungan dengan Tiongkok, agaknya terus mengalami pasang surut. Kadang terjadi hubungan dagang, kadang terjadi peperangan. Masa yang paling dikenal adalah kemunculan Raden Wijaya yang berhasil memperdaya pasukan Cina-Mongol yang dipimpin Ike Mese. Kemudian Raden Wijaya menjadi pendiri kerajaan Majapahit.

Bisa jadi, ini pun termasuk dalam ramalan Kian Santang. Mengingat Raden Wijaya adalah bangsawan Sunda. Bahkan sebutan Raden pun konon merupakan kependekan dari Rakryan Diahan atau Ra Diahan. Diah adalah tipikal nama bangsawan (wanita) Sunda.

Ramalan lain menyebut nama Ki Ngan Sam Cong (orang sakti yang bersama Sam Cong). Sam Cong diterjemahkan sebagai Sam Po Tay Kam atau Sam Po Kong atau Ma Cong atau Ma Ceng Ho atau Muhammad Ceng Ho.

Menurut catatan sejarah, Laksamana Muhammad Ceng Ho berlabuh di Semarang (Sin-mim-ro-ain atau Simrongan atau Simongan). Namun bukti fisik menunjukkan bahwa Sang Laksamana menghadiahkan bangunan mercu suar di pelabuhan Muara Jati Cirebon, dan tajug (masjid atau surau) di Gunung Sembung (area pemakamam bangsawan Cirebon, terletak di seberang Gunung Jati).

Pada cerita turun-temurun, kadang tokoh dari Tiongkok (manapun) dipadankan dengan (atau dianggap sebagai) Sam Po Kong yang kalah sakti dibandingkan Kian Santang atau Kengan Samcong (atau juga Sunan Gunung Jati). Banyak tempat di Jawa Barat yang menyebutkan kisah atau legenda penamaan daerahnya yang berhubungan dengan tokoh Sam Po Kong (sebagai tokoh yang membantu, atau pun yang dikalahkan oleh orang sakti dari Sunda).

Kemudian berbaur pula dengan kisah Prabu Geusan Ulun yang belajar Agama Islam langsung dari Sayidina Ali ibn Abi Thalib, yang kemudian dikenal sebagai Rakryan Santang.

Raja Sangara (anak dari Prabu Sri Baduga atau yang dikenal sebagai Siliwangi, juga saudara dari Walangsungsang dan Rara Santang), pun mendapat nama Kian Santang (seperti pada serial "Kian Santang" di MNC TV). Bahkan dipercaya, dialah yang belajar Agama Islam langsung dari Sayidina Ali, melewati dimensi (lorong) waktu.

Namun pada kisah lain, Walangsungsang pun menyandang nama Kian Santang pula. Bahkan, nama Gagak Lumayung pun dianggap sebagai nama lain Raden Walangsungsang.

Tapi adik dari Arya Wiralodra (yang kemudian menjadi Adipati Indramayu) pun bernama Gagak Lumayung. Tampaknya, Tumenggung Gagak Singalodra (bangsawan Majapahit dan keturunan Nyi Ageng Bagelen) dari Bagelen, Jawa Tengah, sangat terinspirasi oleh Aji Saka dan Kian Santang. Sehingga anak-anaknya diberi nama Arya Wiralodra dan Gagak Lumayung. Nama Wira Lodra adalah penjelmaan Aji Saka saat akan tanding ilmu kedigjayaan melawan Prabu Dewata Cengkar atau Prabu Cengkaradewa (baca Resi Wisaka). Sedangkan Gagak Lumayung, adalah nama samaran para bangsawan Sunda yang kadang menyandang pula nama Kian Santang.

Di masa berikutnya, tidak sedikit yang menyandang nama Kian Santang, Kean Santang, Kesantang, Ki Gede Santang atau Ki Santang. Bahkan menjadi semacam "Satria Paningit" yang kelak akan muncul untuk memakmurkan kembali seluruh Paparan Sunda (atau kepulauan Nusantara).

Sepertinya, inilah kisah Kian Santang dari masa ke masa yang dikenal sejak jaman Tarumanegara (atau bahkan lebih tua lagi, yaitu sejak jaman Salakanegara) hingga kekuasaan Cirebon masa setelah Cakrabuana (Walangsungsang).


Lompat ke "Seloka Bagian 7"
===

Kian Santang

===
Baca juga:
- Puser Bumi Gunung Jati Cirebon
- Mbah Kuwu Sangkan
- Syekh Nurjati
- Sembilan Pintu Naga (Kisah Aji Saka dan Baru Klinthing)

Tidak ada komentar:

Iklan dan Promosi terselubung masih boleh, asal cantumkan komentar yang sesuai tema.
Iklan/promosi yang berlebihan dan komentar yang tidak sesuai tema, akan dihapus.
Komentar spam akan dihapus juga.

Copyright © 2011 Dodi®Nurdjaja™ . Diberdayakan oleh Blogger.