Jejak Pangeran Papak

Dodi Nurdjaja

Header Ads

728 x 90 ads 728 x 90 ads
Maaf sedang ada penataan ulang label, dalam rangka mau ganti theme/template. Berdampak di Menu Utama.


DMCA.com Protection Status
Copas harus se-izin pemilik konten

Jejak Pangeran Papak

Legenda yang kemudian beredar, Tujuh Wali Betawi ini menyebarkan agama Islam melalui pelajaran Pancak Silat. Nama Pangeran Papak, bukanlah nama sebenarnya. Nama itu identik dengan "maenan" dan atau "po" yang disebut Jurus Papak. Konon jurus ini adalah gerak pertahanan ataupun serangan balasan terhadap serangan dari empat arah (depan, belakang, kiri dan kanan) secara serempak/Papak.
---

Sambungan dari Pangeran Papak

Jejak Pangeran Papak Adipati Tanjung Jaya
(Keramat Pedongkelan)

Kramat Pedongkelan

Mari kita mengkritisi Pangeran Papak sebagai salah satu dari Tujuh Wali Betawi.

Kembali kepada tulisan https://dodi-nurdjaja.blogspot.com/2014/09/pangeran-papak.html sebelumnya.

Pada sumber keempat, Pangeran Papak adalah cicit Raja (Prabu Jaya) Sangara. Pada sumber kelima, Pangeran Papak adalah salah satu murid Kian Santang. Apakah sosok Pangeran Papak pada sumber keempat dan kelima adalah orang yang sama?

Pada sumber keempat ada tambahan tulisan
Pangeran Papak diangkat menjadi Sultan Kanoman dengan gelar Sultan Giri Laya, berputra lima orang.
Era kemunculan Kesultanan Kanoman, setelah Fatahillah / Pangeran Jayakarta I / Sunan Gunung Jati II kembali ke Cirebon. Artinya, ini adalah sosok Pangeran Papak yang berbeda. Bukan Pangeran Papak Adipati Tanjung Jaya.

Sosok Pangeran Papak pada sumber kelima disebutkan adalah salah satu murid Kian Santang. Tapi Kian Santang yang mana?

Pangeran Papak (Tujuh Wali Betawi)

Raja Sangara dikenal juga sebagai Kian Santang. Namun sebutan Kian Santang pun kadang jatuh kepada Pangeran Cakrabuana (Kakaknya). Tapi yang pasti, sosok Kian Santang yang ini adalah Muslim. (Baca kembali Kian Santang https://dodi-nurdjaja.blogspot.com/2013/05/seloka-nama-mirip-bagian-6-kian-santang.html).

Pangeran Cakrabuana (Raden Walang Sungsang), dikenal juga sebagai Pendekar bernama Gagak Lumayung. Sangat masuk akal jika Gagak Lumayung adalah tangan kanan Syekh Quro (kakeknya dari jalur ibunya, Subang Larang) dalam menyebarkan agama Islam di wilayah Betawi.

Sosok Pangeran Papak (Keramat Pedongkelan) adalah sebagai murid dari Kian Santang. Maka besar kemungkinan, Kian Santang yang dimaksud adalah Pangeran Cakrabuana / Raden Walang Sungsang / Gagak Lumayung.

Paling tidak, ketiga tokoh ini (Syekh Quro, Pangeran Cakrabuana dan Pangeran Papak), kemungkinan besar pernah hidup di masa yang sama. Dan kemungkinan besar pula, Tujuh Wali Betawi itu adalah semacam dewan pada masa itu. Ketika salah satunya wafat, digantikan oleh Wali lain, hingga masa pendudukan Sunda Kelapa oleh Fatahillah / Pangeran Jayakarta.

Namun silsilah Pangeran Papak (Keramat Pedongkelan) tampaknya masih gelap. Tak ada cerita tentang Pangeran Papak (Keramat Pedongkelan) ini keturunan dari mana.

Legenda yang kemudian beredar, Tujuh Wali Betawi ini menyebarkan agama Islam melalui pelajaran Pancak Silat. Nama Pangeran Papak, bukanlah nama sebenarnya. Nama itu identik dengan "maenan" dan atau "po" yang disebut Jurus Papak. Konon jurus ini adalah gerak pertahanan ataupun serangan balasan terhadap serangan dari empat arah (depan, belakang, kiri dan kanan) secara serempak/Papak.

Gerak silat yang diajarkan Syekh Quro lebih dikenal sebagai "maenan" Syahbandar. Dari Gagak Lumayung, tidak dikenal "maenan" yang khusus. Tapi ada juga yang menyebutkan, jurus andalannya adalah Cakrabirawa, yang cocok di-"maen"-kan oleh orang buta. Wali-wali lainnya juga menurunkan aliran yang beragam.

Konon, Pangeran Papak kemudian menciptakan "maenan" baru yang kemudian dikenal sebagai Sera. Jurus yang paling diminati adalah Sera Gulung.

Kemudian seluruh "maenan" dan atau "po" dari Tujuh Wali Betawi ini dilebur dalam tujuh gerak utama, sebagai simbol dari Tujuh Wali Betawi. Ada beragam nama jenis "maenan" dan atau "po" ini. Ada yang menyebutnya Jurus Tujuh, Maen Po Tujuh, Tujuh pukulan, dll. Konon, "maen-po" inilah yang juga dikenal sebagai Pitung Jurus, dan terkait dengan tokoh silat Betawi Si Pitung.

Tujuh Wali Betawi (generasi awal) ini kemudian dikenal sebagai penasehat spiritual dari beberapa aliran Pencak Silat di sekitar wilayah penyebaran Islam mereka, yang lebih luas dari wilayah DKI Jakarta sekarang. Bisa jadi juga Tujuh Wali Betawi ini yang dianggap sebagai guru dari beberapa aliran seperti Cimande (Cai Iman Hade), Sera, Cikalong, Depok / Depokan / Deprok / Deprokan, dan aliran-aliran lainnya.

Banyaknya sosok yang bernama Pangeran Papak, konon bukan berarti mereka yang menguasai Jurus Papak (atau jurus lain yang dikuasai dan dikembangkan oleh Pangeran Papak). Bisa jadi semua yang berhasil menguasai Jurus Papak, menyandang juga nama Pangeran Papak, Raden Papak, Eyang Papak, dan embel-embel Papak lainnya. Namun semua keturunan Papak tadi, banyak pula yang mewarisi nama Papak. Konon, mereka yang masih keturunan Papak (yang menyandang nama Papak ataupun tidak), memiliki kuku yang tidak lengkung mulus. Lengkung kukunya, seperti lengkung patah-patah, sehingga membentuk garis-garis mirip kikir. Tapi kuku yang seperti itu tidak di semua jari, misalnya hanya pada kuku ibu jari kanan atau kiri, atau keduanya.

Ada pula cerita yang mengatakan bahwa Papak itu berarti jari tengahnya cacad, sehingga memiliki panjang yang rata/Papak dengan jari telunjuk dan jari manisnya. Jenis cacadnya bisa beragam, misalnya pernah remuk di ruas pangkal dan atau ruas tengah sehingga menggembung (seperti tulang yang gemuk) dan memendek. Bisa juga karena pecah di salah satu sisi ruas pangkal dan atau ruas tengah sehingga bentuk tulangnya membengkok. Atau putus di ruas ujung, bagian kuku. Sehingga ada yang mengatakan, keturunan Papak yang jari tengahnya cacad/papak, adalah pewaris Jurus Papak, secara bakat, tapi belum tentu mempelajari Jurus Papak tersebut.

Papak juga berarti mengunyah. Apakah ada hubungan antara nama Papak dengan papak yang berarti mengunyah?


Wallahu 'alam bishawab


=====

Jejak Pangeran Papak

=====

4 komentar:

  1. Balasan
    1. Kalau punya info tambahan, apalagi yang berbeda dengan cerita di atas, mohon infonya, ya, Bang Josie. Sebagai kode etik jurnalistik, saya berhak dan wajib melindungi sumber informasi jika tidak ingin disebut sumbernya, dan menjadi tanggung-jawab saya secara hukum atau yang lainnya.

      TFCC (Thanks for Come & Comment)

      Hapus
  2. Mantabs..lanjutkan....semoga diberikan kemudahan oleh Allah swt ...dalam membuat artikel2 lainnya tentang "betawi"

    BalasHapus

Iklan dan Promosi terselubung masih boleh, asal cantumkan komentar yang sesuai tema.
Iklan/promosi yang berlebihan dan komentar yang tidak sesuai tema, akan dihapus.
Komentar spam akan dihapus juga.

Copyright © 2011 Dodi®Nurdjaja™ . Diberdayakan oleh Blogger.